Pengembangan Rempang Eco-City, Indikasi Kegagalan Uji Tuntas HAM dalam Investasi
Demo tolak relokasi di Rempang di BP Batam, kemarin, 11 September 2023 (suara.com/ist)

Pengembangan Rempang Eco-City, Indikasi Kegagalan Uji Tuntas HAM dalam Investasi

Senin, 18 Sep 2023

Siaran Pers ELSAM 

Pengembangan Rempang Eco-City, Indikasi Kegagalan Uji Tuntas HAM dalam Investasi 

 

Rencana investasi proyek Rempang Eco-City yang akan merelokasi ribuan penduduk mendapatkan respons penolakan masyarakat terdampak. Penolakan tersebut kemudian berakhir dengan terjadinya bentrokan, antara aparat keamanan dengan warga yang menolak pengukuran dan pemasangan patok, oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam), pada 7 September 2023 lalu. Relokasi penduduk ini merupakan realisasi dari pengembangan kawasan dan investasi di Pulau Rempang, yang telah dimulai sejak diluncurkannya Rempang Eco-City pada April 2023 lalu. Bahkan BP Batam telah menyerahkan Surat Keputusan (SK) kepada P.T. Makmur Elok Graha (MEG) sebagai pengelola pengembangan Rempang Eco-City. Bahkan mereka telah melakukan pendataan jumlah penduduk dan aset pemerintah, yang direncanakan akan direlokasi ke Pulau Galang, dengan luas lahan 199 hektar. Dalam versi pemerintah, rencana pengembangan Pulau Rempang mengusung konsep Kota Hijau dan Berkelanjutan ini dimaksudkan akan menjadi Mesin Baru Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (The New Engine of Indonesian's Economic Growt).  

Sebagai upaya untuk mencapai tujuan itu, Rempang Eco City telah ditetapkan menjadi salah satu daftar Program Strategis Nasional 2023. Pembangunan kawasan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 7/2023, yang baru disahkan pada 28 Agustus 2023. Proyek Rempang Eco City merupakan kawasan industri, perdagangan, hingga wisata terintegrasi, yang ditujukan untuk mendorong daya saing dengan Singapura dan Malaysia. Selain itu, Xinyi Group perusahaan asal Cina, juga berencana membangun fasilitas hilirisasi pasir kuarsa atau pasir silika di kawasan Pulau Rempang, dengan nilai investasi di Indonesia mencapai Rp 381 triliun, yang dilakukan secara bertahap hingga tahun 2080. 

ELSAM memandang bahwa upaya pemerintah untuk mengalibrasi berbagai kebijakan untuk menarik investasi asing dan melindungi investor, memang menjadi bagian dari kapasitas Pemerintah untuk mengejawantahkan wewenang mereka untuk mengatur. Namun tentu saja kewenangan ini harus memperhatikan secara serius bidang-bidang sensitif secara nasional, seperti hak asasi manusia (HAM), pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, pelindungan lingkungan, standar sosial dan ketenagakerjaan, budaya dari masyarakat adat yang keberadaannya masih dapat ditemui saat ini, selain isu keamanan dan ketertiban. Kewenangan untuk mengatur mengacu pada kapasitas negara untuk mengatur suatu bidang, yang merupakan instrumen untuk mengartikulasikan komitmen spesifik di bidang perjanjian investasi. 

Dalam perspektif hukum investasi internasional memang Pemerintah sebagai pelaksana kedaulatan memiliki wewenang untuk mengatur, sebagai instrumentasi dari pelindungan kepada hak-hak investor, Namun demikian, karena terdapat interseksi antara rezim hukum investasi internasional dengan rezim HAM, maka pemajuan dan perlindungan HAM harus tetap menjadi bagian integral dari dimensi pengaturan dalam memaknai wewenang untuk mengatur. Hal ini berarti paradigma HAM yang mewajibkan negara untuk melindungi dan memajukan HAM menjadi limitasi hukum untuk mengatur investasi, termasuk investasi asing. Bahkan Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Bisnis dan HAM, John Ruggie, menyoroti dan menekankan bahwa investasi merupakan salah satu domain kebijakan utama untuk perlindungan HAM.  

Berdasarkan perspektif ini, ELSAM mendesak bahwa rencana relokasi proyek Rempang Eco-City tetap harus memperhatikan HAM warga Rempang, sebagaimana telah dijamin dalam UUD 1945 dan UU No. 39/1999 tentang HAM, khususnya kebebasan berekspresi dan berpendapat, hak atas pelindungan dari kekerasan, hak atas papan, hak atas informasi, termasuk hak atas partisipasi dalam pembangunan, yang berdampak terhadap hak-hak warga Rempang. Hal ini juga diamanatkan oleh Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM (UNGPs on BHR), yang telah mengalokasikan tugas negara untuk mengatur (duty to regulate) dalam konteks investasi. UNGP’s on BHR bahkan secara tegas menempatkan investasi sebagai area di mana negara harus memastikan koherensi kebijakan (Prinsip UNGP 8, 9 dan 10) investasi dengan HAM. Oleh karena itu, negara harus mempertimbangkan pembuatan kebijakan dan keputusan investasi, sebagai bagian konteks penting dalam implementasi UNGP’s on BHR

Kewajiban untuk melindungi HAM menurut keyakinan ELSAM, akan berimplikasi pada penegakan hukum yang mewajibkan negara untuk mendorong agar hukum perusahaan dan hukum investasi tidak membatasi penghormatan perusahaan terhadap HAM. UNGPs on BHR telah mengakui pentingnya pemeliharaan ruang regulasi untuk memberikan jaminan yang diperlukan bagi investor. Pada saat yang bersamaan, instrumen ini juga mengatur dan memaksa perusahaan untuk beroperasi sesuai standar normatif HAM. Kebijakan investasi telah menghadirkan tantangan tata kelola unik, terutama dalam upaya penciptaan lingkungan yang dapat menghindari terjadinya pelanggaran HAM, dan akibat yang terjadi dari pelanggaran itu. Tantangan-tantangan ini membutuhkan perhatian yang mendesak dan spesifik, sehingga negara perlu menempatkan fokus khusus pada pembuatan kebijakan investasi yang sejalan dengan prinsip dan standar HAM.  

Selanjutnya, ELSAM juga meminta para investor untuk segera mengidentifikasi dan menilai dampak kerugian HAM yang aktual atau potensial, yang mungkin melibatkan investor, baik melalui aktivitas sendiri atau sebagai hasil investasi atau melalui rantai nilai mereka dalam pengembangan proyek Rempang Eco-City.  Uji tuntas HAM menurut pandangan ELSAM harus diartikulasikan oleh investor sepanjang siklus hidup investasi perusahaan (investment life cycle), baik sebelum dan sesudah keputusan investasi. ELSAM juga mendesak Pemerintah dan investor untuk memberikan pemulihan bagi warga Rempang yang terdampak oleh pengembangan Rempang Eco-city, termasuk warga masyarakat yang menjadi korban pada saat terjadi bentrokan. Uji tuntas HAM yang menjadi jantung pelaksanaan UNGPs on BHR mewajibkan negara dan mengharuskan investor untuk memberikan pemulihan atas dampak negatif HAM yang terjadi dan menyediakan atau memungkinkan akses terhadap pemulihan bagi mereka yang terkena dampak, dalam bentuk kompensasi, restitusi,  permintaan maaf, perubahan operasional dan manajemen untuk memastikan kejadian tidak terulang kembali (non-recurrence). 

Langkah berikutnya, pemerintah perlu membuat peta kebijakan investasi sebagai cara ilustratif untuk mengidentifikasi berbagai fungsi, instrumen, dan pelaku yang mungkin relevan di sepanjang siklus hidup investasi. Perencanaan dan pengelolaan risiko HAM sejak dini, akan membantu memastikan bahwa proyeksi keuangan, anggaran, dan timeline dirancang dengan tepat. Ini berkontribusi untuk mengelola ekspektasi pemerintah, investor dan individu warga negara yang mungkin terkena dampak investasi. Pemerintah juga mesti mengidentifikasi masalah utama yang relevan untuk mengimplementasikan UNGPs on BHR dalam pembuatan kebijakan investasi, yang mencerminkan bagaimana instrumen ini dapat mengatasi tantangan tata kelola unik yang ditimbulkan oleh investasi terhadap perlindungan dan penghormatan HAM. Dengan demikian pada akhirnya dapat menerapkan prinsip dan standar HAM dalam berbagai kebijakan terkait investasi, termasuk pada penyusunan peraturan, perizinan dan negosiasi kontrak negara-investor, penegakan hak investor serta fasilitasi, promosi, pembiayaan dan asuransi investasi. 

 

Jakarta, 18 September 2023 

Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi Adzkar Ahsinin (Peneliti ELSAM), telepon: 085694103959, atau Wahyudi Djafar (Direktur Eksekutif ELSAM), telepon: 081382083993.  

 

A R T I K E L T E R K A I T

Jumat, 15 Mei 2020
Masih banyak catatan kritis yang mengiringi implementasi hingga evaluasi, terutama dari aspek substansi, partisipasi, dan kelembagaan RANHAM, sehingga kebijakan ini dianggap belum mampu berkontribusi secara optimal dalam meningkatkan kualitas pemajuan dan penegakan HAM di Indonesia
Rabu, 1 Apr 2020
Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh PT. Artha Prigel juga mengakibatkan empat orang warga mengalami luka bacok, dua diantaranya luka parah dan menjalani perawatan serius di rumah sakit.
+